Senin, 14 Februari 2011

Muhammad qabla bi'tsah


MUHAMMAD QABLA BI’TSAH
Seperti apa kepribadian Muhammad (sang calon pembawa misi risalah Ilahi). Bagaimana juga kondsisi keluarganya
(yang tentu amat besar artinya bagi persiapan kerasulannya).

  1. Nasabnya.
Muhammad berasal dari keluarga yang nasabnya dikenal (tidak diragukan dalam struktur sosial masyarakat Arab), dan beliau seorang pribadi pilihan (bersih) dalam lingkungan kabilahnya. Tidak sedikitpun karat-karat jahiliyah menyusup ke dalam nasabnya. Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menyatakan: “Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari Anak Isma’il, dan memilih Quraisy dari Kinanah, kemudian memilih Hasyim dari Quraisy, dan memilihku dari Bani Hasyim”. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Nabi pernah bersabda dihadapan para sahabat: “ Siapakah aku? Para Sahabat menjawab, “Engkau adalah Rasulullah, semoga keselamatan atasmu. “Nabi saw Bersabda, “Aku adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk (manusia), kemudian Dia menjadikan mereka dua kelompok, lalu menjadikan aku dalam kelompok yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa kabilah, dan dan menjadikan aku dalam kabilah yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa rumah, dan menjadikan aku di dalam rumah yang terbaik dan paling baik jiwanya”.
Ketika Rasulullah mengirim Surat Dakwah kepada Heraklius kaisar Bizantium (Penguasa Romawi Timur), Sang kaisar lalu meminta penjelasan kepada Abu Sofyan (yang pada waktu itu masih kafir) tentang kepribadian Muhammad itu. Diantara pertanyaanya adalah tentang  nasab Muhammad dan Abu Sufyan menberikan jawaban bahwa nasabnya bagus. Dengan jawaban itu lalu Heraklius mengatakan : “begitulah memang, para rasul itu diutus dari keluarga yang baik dilingkungan kaumnya”. (Ali Mustafa Yaqub: 187-188).

  1. Keyatiman.
Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim. Bapaknya (Abdullah) meninggal saat beliau masih berada dalam kandungan ibunya (Aminah). Ibunya meninggal saat usia beliau masih 6 tahun dan kakeknya (Abdul Muthallib, sang pengasuh setelah ibunya meninggal) juga wafat ketika beliau berusia 8 tahun). Dalam al-Qur’an surat Dhuha: 6 Allah berfirman: “’Alam yajidka yatiman fa awa” (Tidakkah Dia (Allah) mendapati mu yatim, kemudian Dia melindungimu). Muhammad sejak lahir dalam bimbingan Allah. Fenomena keyatiman yang dialami Muhammad berkesinambungan ini menunjukan bahwa kejiwaan beliau telah tergembleng sejak kecil untuk menghadapi berbagai beban berat kehidupan selanjutnya, bahkan sampai beliau menjalani tugas kerasulannya sekalipun. Firman Allah mengatakan : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (at_taubah: 128)

  1. Peristiwa Pembelahan Dada.
Pada usia 4 tahun, saat masih dalam pengasuhan Halimah binti Abu Dzu’aib (Bani Sa’ad bin Bakar), sebagai mana diriwayatkan oleh Muslim, beliau mengalami peristiwa pembelahan dada. Sebuah peristiwa operasi pembersihan spiritual,  dengan melalui proses fisik empirik (menurut istilah Dr. Said Ramadhan). Kehidupan di desa yang jauh dari hiruk pikuk kota membuat pertumbuhan fisik, akhlak dan bahasanya terjaga.

  1. Bekerja sebagai Penggembala.
Pada saat usia belialu memasuki layak mencari rizki, beliau memulai bekerja dengan menggembala kambing. Pekerjaan ini dia jalani saat usia 12 tahun, demi meringankan beban pamannya (Abu Thalib) yang diamanati kakeknya (yang nota bene kurang mampu dibanding dengan paman-pamannya yang lain) untuk menyambung pemeliharaannya.
Perbuatan ini menunjukkan adanya budi pekerti yang luhur dalam diri Muhammad. Dia mau bersusah payah untuk mendapatkan rezeki demi menopang  kehidupannya, tidak mengandalkan menadahkan tangan kepada pihak lain sementara fisiknya sudah mampu berusaha. Mental mandiri dan semangat jihad telah tumbuh dan terpupuk dengan subur.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairah: “Setiap Nabi yang diangkat oleh Allah, ia tentu pernah menggembala kambing. Para sahabat bertanya: da Anda?. Baliau menjawab: “Ya. Aku dahulu menggembala kambing untuk mendapatkan upah beberapa qirath dari penduduk makkah”. (Fiqhushirah: 117).

  1. Berdagang.
Memperdagangkan harta Sang majikan (Khadijah) keberbagai tempat merupakan tindak lanjut dari kemauannya untuk hidup mandiri. Dari kegiatannya berdagang itu baliau mencapai prestasi yang gemilang dalam proses dan hasil dagangannya. Pengetauhan akan dunia luar dengan segala budayanya tentu beliau kenali dengan pengamalannya sebagai pedagang ini. Begitu juga kemampuan berinteraksi menawarkan sesuatu kepada pihak lain terkondisikan.

  1. Menikah dengan Khadijah.
Keluhuran akhlak dan kesuksesannya dalam memperdagangkan harta Khadijah, mengundang nurani sang majikan berkenan mengangkatnya sebagai suami dalam kehidupan keluarganya dan sekaligus menggantikan posisi majikan dalam memanaj harta Khadijah (seorang janda dua kali yang amat kaya). Perkawinannya dengan Khadijah seorang beliau jalani selama 27 tahun sampai usia beliau 52 tahun.
Kesenangan jasadiyah yang umumnya dipilih anak muda seusianya dan pada zamannya tidak beliau kedepankan dalam menentukan perkawinannya. Zaman pada waktu itu tidak tabu laki-laki (apalagi yang bangsawan dan sukses hidupnya) memiliki isteri berapa saja. Meski demikian Muhammad tidak melakukan hal itu.

  1. Sebutan Al-Amin.
Dalam usianya 35 tahun Muhammad ikut serta masyarakat dari beberapa kabilah dalam pembangunan kembali Ka’bah yang mengalami kerusakan akibat usia yang sudah tua dan diterjang banjir. Kerja sama berjalan lancan dalam pembangunan itu, tetapi tidak demikian pada saat akan meletakkan kembali Hajar Aswad ketempat semula. Peletakan Hajar Aswad adalah tindakan yang sangat mulia dan terhormat dalam pandangannya. Oleh karena itu masing-masing suku merasa berkepentingan untuk menjadi pelakunya. Dr. Said menggambarkan bahwa untuk kepentingan ini mereka berselisih yang hampir saja mengundang pertumpahan darah antar kabilah. Bani Abd’d Dar telah menghampiri mangkuk berisi darah, kemudian bersama bani Bani ‘Ady berikrar siap mati seraya memasukkan tangan-tangan mereka de dalam mangkuk berisi darah tersebut. Suasana mencekam terjadi selama empat atau lima malam tanpa adanya kesepakatan atau penyelesaian yang dapat diajukan, sampai api fitnah tersebut padam di tangan Muhammad. Abu Umayya bin al-Mughira dari bani Makhzum (orang tertua, dihormati dan dipatuhi diantara mereka setelah melihat suasana demikian berkata: “Serahkanlah putusan ini di tangan orang yang pertama memasuki pintu Shafa ini”. Tatkala mereka melihat Muhammad orang pertama memasuki nya, mereka berseru: “ Ini Al-Amin, kami dapat menerima keputusannya”.
Muhammad menggelar kain kemudian mengangkat hajar Aswad ke dalam kainlalu diangkat bersama-sama dari berbagai kabilah yang bertikai tersebut. Tindakan cerdas sebagai wujud kefahamannya terhadap masalah lingkungan sosial yang mampu mengatasi perselisihan dan dan menghindarkan masyarakat dari bencana besar muncul dari benak Muhammad. Sebutan Al-Amin semakin mengokohkan prestasi sosialnya di masyarakat Makah dari berbagai kabilah.

  1. Uzlah (tahanuth).
Tahanuth, asal katanya seakar dengan hanif yang berarti “cenderung kepada kebenaran” meninggalkan berhala dan beribadat kepad Allah.Tindakan ikhtila’ (menyendiri) di Goa Hira’ menjelang usianya yang 40 tahun semakin digemari dan diintensifkan. Jiwa keprihatin (sense of crisis) terhadap situasi dan kondisi lingkungan sosialnyalah yang mengantarkan kepada tindakan yang demikian. Beliau tidak mudah larut dalam kehidupan kejahiliyahan ummat, akan tetapi mencari  bagaimana upaya solusi atau jalan keluarnya, sampai akhirnya Allah menurunkan jawabannya (wahnyunya), yang memancarkan cahaya kebenaran yang selama dicarinya. Haikal mengatakan bahwa: “Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah sesat dari jalan yang benar, dan hidup kerohanian mereka telah rusak karena tunduk kepada khayal berhala serta kepercayaan-kepercayaan semacamnya yang tidak kurang pula sesatnya”.

Bagaimana Persiapan untuk menjadi calan da’i (pelanjut misi risalah).
Profil da’i yang bagaimana yang dipersiapkan dengan mengambil berbagai pelajaran dari deskripsi tentang kepribadian Muhammad diatas?

  1. Menurut muhammad Natsir (Fiqhud Dakwah):
a)      Persiapan Mental.
QS Qaf: 39, Teguh hati dan rajin munajat. Ketenangan dan keseimbangan jiwa, tidak mudah sesak dada/ nafas berhadapan dengan berbagai gannguan di lapangan.
Mampu bersyukur jika berhasil (QS an-Nasr :1-3).
Keyakinan yang kokoh bahwa tugas itu mulia.
b)      Jiwa Merdeka dari Ananiyah (kepuasan atau kepentingan akunya).
Da’i tidak mencari balas jasa lahir batin dari mad’u.
QS al-An’am: 90, ..Katakanlah: “aku tidak meminta imbalan kepada kamu (menyampaikan) al-Qur’an”.
QS al-Furqan: 57, Katakanlah, “Aku tidak meminta kepada kamu upah atasnya( seruanku), melainkan (yang aku minta) siapa yang menghendaki menempuh jalan kepada Tuhannya”.
QS Yunus: 72,  “Jika kamu berpaling, aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah, dan aku disuruh supaya termasuk golongan muslim”.
QS Yasin: 21. “Ikutilah utusan itu, mereka tidak meminta upah kepadamu dan mereka itulah orang yang mendapat petunjuk”.
Yang diharapkan adalah al-Mawaddah fil qurba (kasih sayang dalam kekerabatan) (QS Asy-Syura:23). ....”Aku tidak minta upah kepadamu atas seruan  itu kecuali kasih sayang dalam kekerabatan”....
Ananiyah bisa berupa harta, pangkat, ujub, tenar, dilihat orang banyak, dsb.
c)      Persiapan Ilmiah.
Kemampuan membaca situasi dan kondisi masyarakat dan mampu bertindak dengan tepat. Da’i akan membina pribadi dan ummat berkembang sesuai dengan tujuan hidup manusia yang diridhoi Allah.
d)     Tafaqquh fiddin.
Mampu memahami isi ajaran agama dengan berbagai kaidah-kaidah yang digunakan untuk memahaminya.
e)      Tafaqquh fin Naas.
Mempunyai ilm-ilmu yang terkait erat kaitannya dengan pemahaman tentang manusia (Psikologi, Antropologi, Sosiologi, dsb).
f)       Faham Bahasa al-Qur’an (untuk menggali isi ajaran).
g)      Memahami bahasa Pengantar (bahasa ummat yang sedang dihadapi).
(QS an-Nisa’: 63;....dan nasehatilah mereka serta katakan kepada mereka kata-kata yang memberi bekas  di hati mereka).
Petunjuk nash untuk memperbesar daya panggil tanpa cara-cara yang rendah antara lain:
Qaulan Syadidan, al-Ahzab: 70,
Qaulan Layyinan, Thaha: 43-44,
Qaulam Baligha, an-Nisa’:63,
Qaulan Karima,
Qaulan Maesyura,......

  1. Dialog Dakwah Muhammadiyah:
Seorang da’i harus memiliki kemampuan substantif, kemampuan metodologis dan faham terhadap persyarikatan.

Persiapan bagi juru dakwah yang meliputi:
1.      Persiapan mental spiritual (pembinaan mental spiritual).
-          Tidak mudah larut dengan kebobrokan lingkungan.
-          Mental mandiri yang kuat dan memiliki semangat jihad yang tinggi.
-          Faham terhadap lingkungan.
-          Jujur bicaranya, mulia bergaulannya, ikhlas pertolongannya.
-          Berjiwa prihatin thd kerusakan lingkungan (uzlah)
-          Punya prestasi sosial di kalangan masyarakatnya (al-Amin)
2.      Fisik material.
-          Sehat badannya (tidak sakit-sakitan).
-          Memiliki sumber kehidupan yang layak (cukup).


PROFIL KELUARGA NABI.
1.      Isteri Nabi adalah wanita yang baik (baik di masa jahiliyah dan di masa Islam). Begitu juga setelah istri beliau berbilang, mereka sangat menghendaki kehidupan akherat dengan menahan diri dari keinginan duniawi.
Baca kasus ketika mereka harus tetap memilih menjadi istri Nabi dari pada dicerai dengan mendapatkan harta dunia. QS.al-Ahzab: 28-29.
2.      Putera-puteri nabi sangat mendukung perjuangan beliau.Dengan kata lain Nabi dan anggota keluarganya adalah orang-orang yang pertama dan utama dalam Islam.
3.      Keluarga Nabi adalah sosok keluarga yang kaya dan memiliki akhlak yang sangat mulia serta keturunan dari keluarga yang terpandang di masyarakat.

KEKUATAN DAKWAH NABI TERLETAK PADA:
1.      Profil pembawanya (al-Amin).
2.      Kesungguhan (lahir dan batin/ ikhtiar dan do’a) pelakunya.
3.      Kesetiaan dan dukungan keluarga dan orang-orang dekat Nabi.
4.      Pendekatan yang digunakan.
a.       Lemah lembut kepada para pengikut (rukhamaa’u bainahum).
b.      Tegas thd musuh (orang kafir dan pelanggar kebenaran).
c.       Tidak pernah memaksakan ajarannya untuk diterima.

5.      Ajarannya sesuai dengan fitrah dan disampaikan menurut kadar kemampuan sasaran (secara bertahab dan dimulai dari hal-hal yang mendasar dan kontekstual).




Prasyarat Kepribadian Nabi (Mu’ahallat an-Nubuwwah) Istilah Abu Bakar Al-Jazairi: ada tiga:
  1. Al-Mitsaliyah (keteladanan); memiliki kemanusiaan yang sempurna; baik fisik, akal pikiran maupun rohani.
  2. Syaraf an-Nasab (keturunan yang mulia), terjauh dari segala bentu kerendahan budi dan hal-hal lain yang menjatuhkan martabat dan nilai-nilai kemanusiaannya. Dia harus oranga yang terpandang dan dihormati kaumnya.
  3. ‘Amil az-Zaman (dibutuhkan Zaman). Kehadirannya memang sangat  dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengisi kekosongan rohani, memperbaiki segala kerusakan masyarakat, dan mengembalikan ummat manusia kepada kehidupan yang sesuai dengan fitrah penciptaannya.
( Kuliah Aqidah: 135).

Setiap Rasul memiliki 4 sifat yg erat kaitannya dengan tugas kerasulannya, Yaitu:
  1. As-Shidqu (benar).
  2. Al-Amanah ( Diercaya).
  3. At-Tabligh (menyampaikan).
  4. Al-Fathanah (Cerdas).
Setiap Rasul Ma’shum (terpelihara dari segala macam dosa, baik yang kecil apalagi yang besar).
(Kuliah Aqidah: 135)

Minggu, 13 Februari 2011

Prakondisi Kebangkitan Dakwah di Makkah


PRAKONDISI KEBANGKITAN DAKWAH DI MAKKAH
Jazirah Arab telah dipilih (oleh Allah SWT) sebagai tempat kelahiran dan pertumbuhan Islam, meski pemilihan itu merupakan hak prerogratif (hak mutlak) Allah semata, akan tetapi keputusan itu bukanlah tanpa pertimbangan atau kosong dari hikmah Ilahiyah yang bisa kita renungkan darinya sebagai pelajaran berharga (ibrah) dalam melakukan perencanaan kegiatan dakwah kedepan. Oleh karena itu kajian terhadap berbagai potensi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan dakwah dari aspek setting sosial, letak Jazirah Arab (khususnya Makkah)) dan juga momentum kelahrannya menjadi penting dilakukan.Lebih-lebih jika dikaitkan bahwa Islam ini agama rahmatan lil ‘alamin (bukan hanya untuk orang Arab saja, akan tetapi untuk seluruh Ummat manusia di manapun dan kapanpun mereka berada) setelah kerasulan Muhammad. Diturunkannya di Jazirah Arab tentu tidak terlepas dari berbagai faktor yang memungkinkan Islam ini dapat tumbuh dan berkembang ke berbagai daerah.  Dengan alasan inilah kajian ini memperoleh argumentasi sebagai landasan pijak (penting) untuk dilakukan demi pembangunan peradaban dakwah kedepan. Disamping itu perlu juga dilakukan kajian terhadap berbagai problema yang menyelimuti kelahiran Islam di sana?

Analisis Potensi (Pendukung Dakwah).

A.    Sebutan Quraisy.
Masyarakat suku Quraiys merupakan sasaran utama dan pertama misi kerasulan Mhammad. Sebutan Quraisy dalam bahasa Arab kuno merupakan (julukan yang berarti pedagang yang terampil) dan menguasai jalur-jalur perdagangan.Karena dalam sejarah perdagangan di Jazirah Arabia banyak terlahir pedagang-pedagang besar (kaya raya) yang sukses dalan menjalankan profesinya. Mereka merupakan keturunan Ismail putra Ibrahim as. Rasulullah pernah bersabda dalam hal ini; “Sesungguhnya Allah tlh memilih Kinanah dari anak Isma’il, memilih Quraisy dari Kinanah, kemudian memilih Hasyim dari Quraisy, dan memilihku dari Bani Hasyim”. (HR. Muslim)

B.     Letak Geografis.
Makkah: sebagai sumbu (pusar) dunia, tempat singgah para pedagang dari utara keselatan atau sebaliknya maupun para pedagang dari barat ketimur atau sebaliknya. Kabilah Quraisy terkenal sebagai pedagang yang menguasai jalur niaga Yaman – Hijaz - Syiria. Lihat QS Quraisy (106): 1-3.
Makkah merupakan pusat perdagangan, karena letaknya yang sangat strategis dipertemuan jalan dari utara ke selatan (dari Palestina ke Yaman), dengan wilayah-wilayah lain dari timur ke barat yang menghubungkan pantai Laut Merah dan rute ke Etiophia dengan teluk Persia (Asghar Ali Enginer, hal. 44).
Pasar Ukaz (kearamaian tahunan) yang ada di Makkah merupakan ajang perdagangan, pusat pameran produk-prodak terbaru dari berbagai daerah dan merupakan ajang perlombaan berbagai kekuatan dan ketrampilan.

C.    Pusat Keramaian (Ukaz).
Pasar Ukaz (keramaian tahunan) Makkah merupakan ajang perdagangan, pusat pameran produk-produk terbaru dari berbagai daerah dan merupakan ajang perlombaan berbagai kekuatan dan ketrampilan (prestasi).

D.    Mentalitas Bangsa Arab.
1. Dr. Said M. Ramadhan al-Buthy
Karakteristik bangsa Arab dan tabi’at mereka.
Mereka ibarat bahan baku yang belum terolah dengan bahan lain, masih menampakkan fitrah kemanusiaan dan kecenderungan yang sehat dan kuat, serta cenderung pada kemanusiaan yang mulia (spt: setia, penolong, dermawan, rasa harga diri dan kesucian). Hanya saja mereka tidak memiliki ma’rifat (pengetahuan) yang akan mengungkapkan jalan kearah itu. Ini berbeda dengan bangsa lain spt;
PERSIA, adalah ladang subur berbagai khayalan (khurofat) keagamaan dan filosofis yang saling bertentangan.
ROMAWI, dikuasai sepenuhnya oleh semangat kolonialisme (suka menjajah daerah-daerah subur)
INDIA, Negeri ini sedang berada dalam puncak kebejatan dari segi agama, akhlak ataupun sosial.
YUNANI, Negara ini sedang tenggelam dalam lautan khurofat dan mitos-mitos verbal yang tidak pernah memberinya manfa’at.
Masyarakat Arab (Badui) sangat pemberani, nomaden, dan mempunyai fanatik kesukuan yang tinggi. Di samping itu mereka memiliki nasab murni (karena tidak pernah dijajah). Sedangkang masyarakat Arab kota memiliki kebiasaan berdagang (mobilitas yang tinggi keberbagai daerah) yang merupakan sumber kehidupannya.

2. Prof. Dr. Ahmad Amin.
a)      Mentalitas Bangsa Arab.
Mengutip pendapatnya Ibnu Choldun: Barbarism masyarakat Arab adalah sesuatu yang wajar  terjadi karena mereka hidup dalam kungkungan alam yang sangat ganas, dan hidup nomaden untuk mempertahankan hidupnya. Tidak ada figur yang dapat mepersatukannya.
b). Kecerdasan Bangsa Arab Jahiliyah (terlihat dari hal-hal berikut):
1)      Bahasa.
Bahasa menunjukkan kecerdasan suatu bangsa. Prof. Nuldecke; ” Kita sangat kagum akan kekayaan bahasa Arab klasik, kalau kita ingat akan kesederhanaan hidup mereka, dan akan pandangan yang serupa yang sering menimbulkan rasa bosan”.
Kemampuan mengadakan perobahan dalam kalimat secara dinamis, terutama dalam syi’ir-syi’irnya (meski dengan bahasa serapan). Kata beliau bahasa Arab juga kaya dalam tata bahasa, baik yang berupa nahwu sharf atau lainnya. Sedang jama’ taksir dan isi fi’il (fiil yang berbentu isim) sangat melebihi kebutuhan.
2)      Syi’ir.
Adalah perkataan yang diperindah dan lebih luas dari pada perkataan biasa karena mempunyai timbangan dan sajak. Syi’ir memiliki ketentuan-ketentuan berupa tanda-tanda yang tdk diabaikan. Penyair mengetahui dan merasa hal-hal yang tak diketahui atau dirasakan oleh orang lain.
3)      Peribahasa.
Peribahasa adalah perserupaan (permistalan). Banyak kata-kata hikmah yang sudah populer masuk dalam peribahasa ini.
Peribahasa suatu bangsa dapat menunjukkan taraf kecerdasannya, budi pekertinya dan adat istiadatnya.
Peribahasa mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan syi’ir. Syi’ir iru hasil karya suatu golongan masyarakat yang tinggi, para penyair mengungkapkan keadaan suku mereka hal-hal yang dapat diraih oleh kecerdasan mereka yang telah tinggi (menurut ukuran mereka), mereka menggubah dengan kalimat yang diperindah sesuai dengan yang diminta oleh syi’ir.
Sedangkan peribahasa kebanyakan dicetuskan oleh rakyat pada umumnya dan mewakili pemikiran umum pula, oleh karenanya banyak kalimat-kalimat yang lugu  tiada terhias, dan tidak seperti kalimat yang biasa dipergunakan oleh para sasterawan  dan cerdik pandai.
Ada dua hal yang disamakan dengan peri bahasa, yaitu:
Teka-teki dan cerita-cerita hewan (untuk sindiran/sanjungan).
4)      Cerita.
Contoh Ayyamul A’rab, cerita tentang perang suku di Arab.

E.     Peninggalan Bersejarah (Peninggalan kenabian masih hidup di Jazirah Arab):
1.      Ada Ka’bah.
Setiap musim dikunjungi oleh para peziarah dari seluruh penjuru jazirah Arab.
Ini menjadikan kota Makkah penting secara politis dan dari sisi ekonomi.
Dalam al-Qur’an dikatakan: “Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman …”(QS. 2:125), dan tempat yang dihormati (baitikal Muharrom) QS. 14: 37.
2.      Millah Ibrahim masih nampak sisanya.
Ada penganut, seperti: Qa’is bin Sa’idah al-Ayadi, Ri’ab asy-Syani, dan pendeta  Bahira. Keterangan lebih luas baca Ibnu Hisyam I, hal. 187.
Peninggalan, seperti:       Ka’bah. Ada ajaran dan praktek keagamaan.
F.     Ada bulan-bulan yang dimuliakan.
Di dalam al-Qur’an surat at-Taubah: 36. “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan; dalam ketetapan Allah, sejak hari Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan yang dihormati..”( empat bulan tersebut adalah Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan Muharram).
Pada bulan-bulan itu siapapun tidak  boleh melakukan pertumpahan darah (berperang) demi  menghormati bulan yang dimuliakan itu.
Selama bulan haram (al-basl), mereka bebas pergi kewilayah-wilayah Arab tanpa rasa takut terhadap sesuatu apapun (Ibnu Hisyam I, 81).

G.    Do’a Ibrahim untuk kemuliaan tanah Makkah dan keturunannya menjadi orang-orang yang menegakkan kebenaran.
QS. 2: 129.Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Bijaksana.
===================================================

Analisis Problematika:

A.    Agama Berhala.
Kepercayaan Berhala (Watsani) adalah kepercayaan yang dominan pada masyarakat Arab sebelum datangnya Islam (Pra Islam). Pertanyaanya adalah mengapa mereka menyembah berhala (sesuatu yang tidak bisa memberi manfaat maupun madharat kepada manusia). Bagaimanakah pertumbuhan dan perkembangan kepercayaan tersebut pada masyarakat Arab Pra Islam (Arab Jahiliyah). Dari manakah asal usul berhala yang mereka sembah itu. Apa yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan kepercayaan berhala begitu pesat sehingga menguasai Jazirah Arab (Ka’bah). Bagaimanakah maksud penyembahan pada berhala bagi mereka.
Abdul Qodir Abu Faris:
Masyarakat Jahiliyah adalah mereka yang mempercayai adanya dan kekuasaan Allah, akan tetapi tidak mau diatur oleh aturan-aturan Allah.
Baca, QS Luqman: 25, Az-Zumar: 3, Yunus: 18, dan 31.

B.     Syu’ubiyah.
Masyarakat Arab sebelum Islam fanatisme kesukuannya tinggi, sulit bersatu dengan masyarakat suku lain. Mereka rela berjuang mati-matian demi membela kehormatan sukunya.Darah adalah tali pengikat persaudaraan yang erat di dalam

C.    Gemar Berperang (Pembalas Dendam).
Perjuangan untuk bisa survive (bertahan hidup) dalam lingkungan alam yang kurang bersahabat dan terbatas sumberdaya alamnya, menjadikan masyarakat suku ttt sering berbenturan dengan suku lain gara berebut air, rumput, dsb.

D.    Pemabuk dan Pejudi.
Minuman keras bagi orang Arab adlh barang mewah. OKI bermabuk-mabukan berarti elit class.
Bermabuk-mabukan juga tempat pelarian untuk melupakan himpitan hidup yang berat.
Kesulitan hidup banyak membuat mereka suku gambling (untung-untungan) dalam mengambil tindakan.


.


Memahami Sejarah Dakwah

MEMAHAMI SEJARAH DAKWAH

Apa itu Sejarah ?
(Rekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau).

Dua cara pendefinisian Sejarah, yaitu:
Pertama;
Pengetahuan ttg peristiwa-peristiwa, keadaan kemanusiaan di masa lampau.
Tipe ini disebut sejarah tradisional/ tarikh naqli/sejarah naratif.
Sejarah ini ditulis tanpa memakai teori dan metodologi, dan biasanya ditulis oleh orang yang tidak ahli sejarah.

Kedua;
Pengetahuan ttg hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau (tahap tertentu) menyangkut kausalitas, lingkungan/konteks, sebagai komponen yang diperoleh melalui penyelidikan dan analisis atas peristiwa masa lampau tsb.
Tipe ini disebut sejarah ilmiah/ sejarah analitik/ Sejarah non-naratif. Berpusat pada masalah.

Ibnu Khaldun:
Peristiwa-peristiwa istimewa atau penting pada waktu/ ras tertentu di masa lampau.

Sidi Gazalba:
Gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tsb dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi pengertian dan kepahaman ttg apa yang berlaku.

Sayyid Quthub:
Tafsiran peristiwa, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian-bagiannya serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.

Beberapa faktor penyebab kesalahan dalam penulisan sejarah:
Faktor dari dalam (internal):
1.      Penulis terlalu fanatik terhadap apa yang ditulisnya. Penulis terlibat membela golongannya secara gigih, sehingga golongannya saja yang benar.
2.      Penulis terlalu percaya terhadap kebenaran sumber informasinya, dan menolak sumber-sumber informasi lain.
3.      Keyakinan yang salah terhadap sesuatu hal yang benar atau sebaliknya.
4.      Penulis tidak mampu memahami masalah. Sering terjadi masalah yang sesungguhnya adalah laten dan bukan yang  muncul dipermukaan.
5.      Penulis tidak mampu menempatkan peristiwa pada proporsi yang semestinya.
6.      Sejarawan berusaha mencari muka agar disenangi oleh orang lain (penguasa) dalam melakukan penulisan sejarahnya.
7.      Penulis tidak cukup mengetahui hukum-hukum masyarakat (aturan-aturan yang berlaku, etika, struktur, kultur masyarakat).
8.      Sejarawan gandrung untuk membesar-besarkan fakta.

Faktor dari luar (eksternal):
1.      Adanya tekanan dari luar dirinya baik penguasa maupun masyarakat lingkungannya.
2.      Terbatasnya data yang didapat di lapangan (minim data).

Apa itu Dakwah ?
Banyak definisi ttg dakwah dikemukakan oleh para ahli, al:

Ali Hasymi:
Dakwah Islamiyah: “mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syari’ah Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwahnya sendiri”.

Toha Yahya Omar:
Dakwah: “mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akherat”.
           
Apa itu Sejarah Dakwah ?
Pengetahuan (ilmu yang mempelajari) tentang peristiwa penting yang terjadi dalam proses mengajak manusia untuk memasuki sistem Islam mulai pertama s/d akhir aktivitas dakwah yang dibawa oleh pelakunya.

Tujuan mempelajari Sejarah Dakwah.
Secara Umum. Memperoleh wawasan pemikiran dalam mengambil suatu langkah kebijaksanaan strategis dakwah dalam kondisi dan situasi tertentu sesuai dengan sosio kulturalnya masing-masing dalam rangka diterimanya ajaran Islam sebagai pegangan (kehidupannya sehari-hari) sebagai umat Islam.

Secara Khusus (untuk mahasiswa).
1.      Agar mahasiswa secara historis mengetahui pola-pola dakwah di masa lalu dan dapat mengambil pelajaran untuk pelaksanaan dakwah di masa sekarang dan yang akan datang.
2.      Agar mahasiswa memahami dan mampu melakukan analisis kritis thd berbagai  perkembangan dakwah dan aspek-aspek kulturalnya untuk dijadikan acuan dalam melakukan strategi dakwah kewilayahan kedepan.

Metode Penelitian Sejarah Dakwah.
Diakronis.
Melihat perkembangan dakwah dari titik awal (mulai ada kegiatan dakwah) ke cakupan (scop) yang lebih besar (puncak perkembangannya).

Sinkronis.
Melihat peristiwa dakwah dari berbagai aspek. Terkait dengan aspek sosiologis, antropologis, cultural, dsb.

Ruang Lingkup Kajian Sejarah Dakwah.
Pertama,
Pertumbuhan dakwah (awal ada kegiatan dakwah Islam) secara kronologis sampai akhir kegiatan dakwah.
Kedua.
Dakwah kawasan; mempelajari pertumbuhan dakwah di suatu daerah tertentu atau pada masa tokoh (da’i) tertentu.

Kedudukan Sejarah Dakwah.
Secara teoritis konseptual. Pem-back-up sebuah bangunan keilmuan dakwah dalam rangka kesempurnaannya. Konsep dakwah Islam difahami dari realitas sejarah dakwah (terutama sejarah dakwah Rasulullah dan para sahabatnya).
Secara Praktis. Sebagai acuan dalam rangka membuat (menyusun)strategi kebijakan dakwah.


Fungsi/ kegunaan Sejarah Dakwah.
Sebagai Ibroh, maksudnya adalah merupakan pelajaran berharga bagi membangun kelanjutan peradaban (perkembangan) dakwah kedepan.

Dakwah masa lalu sebagai:
Guru > sumber yang mengajarkan berbagai pelajaran dakwah berharga.
Petunjuk > diikuti arah dan tujuan kegiatan dakwahnya..
Membentuk ideologi > membangun semangat (spirit) dakwah kedepan.
Nasehat dan Peringatan.> diwaspadai hal-hal yang perlu dihindari dalam menjalankan kegiatan dakwah kedepan.
Contoh teladan > dijadikan cermin dan alat koreksi diri dalam menjalankan kegiatan dakwah.

Imam Malik pernah mengatakan:
“Tidak akan baik kesudahan ummat ini, kecuali (diperbaiki) dengan memakai cara memperbaiki ummat pada awalnya”.

Cicero:
“Jika manusia tidak mengetahui sejarah ia tidak akan pernah tumbuh besar”.