Senin, 14 Februari 2011

Muhammad qabla bi'tsah


MUHAMMAD QABLA BI’TSAH
Seperti apa kepribadian Muhammad (sang calon pembawa misi risalah Ilahi). Bagaimana juga kondsisi keluarganya
(yang tentu amat besar artinya bagi persiapan kerasulannya).

  1. Nasabnya.
Muhammad berasal dari keluarga yang nasabnya dikenal (tidak diragukan dalam struktur sosial masyarakat Arab), dan beliau seorang pribadi pilihan (bersih) dalam lingkungan kabilahnya. Tidak sedikitpun karat-karat jahiliyah menyusup ke dalam nasabnya. Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menyatakan: “Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari Anak Isma’il, dan memilih Quraisy dari Kinanah, kemudian memilih Hasyim dari Quraisy, dan memilihku dari Bani Hasyim”. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Nabi pernah bersabda dihadapan para sahabat: “ Siapakah aku? Para Sahabat menjawab, “Engkau adalah Rasulullah, semoga keselamatan atasmu. “Nabi saw Bersabda, “Aku adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk (manusia), kemudian Dia menjadikan mereka dua kelompok, lalu menjadikan aku dalam kelompok yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa kabilah, dan dan menjadikan aku dalam kabilah yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa rumah, dan menjadikan aku di dalam rumah yang terbaik dan paling baik jiwanya”.
Ketika Rasulullah mengirim Surat Dakwah kepada Heraklius kaisar Bizantium (Penguasa Romawi Timur), Sang kaisar lalu meminta penjelasan kepada Abu Sofyan (yang pada waktu itu masih kafir) tentang kepribadian Muhammad itu. Diantara pertanyaanya adalah tentang  nasab Muhammad dan Abu Sufyan menberikan jawaban bahwa nasabnya bagus. Dengan jawaban itu lalu Heraklius mengatakan : “begitulah memang, para rasul itu diutus dari keluarga yang baik dilingkungan kaumnya”. (Ali Mustafa Yaqub: 187-188).

  1. Keyatiman.
Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim. Bapaknya (Abdullah) meninggal saat beliau masih berada dalam kandungan ibunya (Aminah). Ibunya meninggal saat usia beliau masih 6 tahun dan kakeknya (Abdul Muthallib, sang pengasuh setelah ibunya meninggal) juga wafat ketika beliau berusia 8 tahun). Dalam al-Qur’an surat Dhuha: 6 Allah berfirman: “’Alam yajidka yatiman fa awa” (Tidakkah Dia (Allah) mendapati mu yatim, kemudian Dia melindungimu). Muhammad sejak lahir dalam bimbingan Allah. Fenomena keyatiman yang dialami Muhammad berkesinambungan ini menunjukan bahwa kejiwaan beliau telah tergembleng sejak kecil untuk menghadapi berbagai beban berat kehidupan selanjutnya, bahkan sampai beliau menjalani tugas kerasulannya sekalipun. Firman Allah mengatakan : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (at_taubah: 128)

  1. Peristiwa Pembelahan Dada.
Pada usia 4 tahun, saat masih dalam pengasuhan Halimah binti Abu Dzu’aib (Bani Sa’ad bin Bakar), sebagai mana diriwayatkan oleh Muslim, beliau mengalami peristiwa pembelahan dada. Sebuah peristiwa operasi pembersihan spiritual,  dengan melalui proses fisik empirik (menurut istilah Dr. Said Ramadhan). Kehidupan di desa yang jauh dari hiruk pikuk kota membuat pertumbuhan fisik, akhlak dan bahasanya terjaga.

  1. Bekerja sebagai Penggembala.
Pada saat usia belialu memasuki layak mencari rizki, beliau memulai bekerja dengan menggembala kambing. Pekerjaan ini dia jalani saat usia 12 tahun, demi meringankan beban pamannya (Abu Thalib) yang diamanati kakeknya (yang nota bene kurang mampu dibanding dengan paman-pamannya yang lain) untuk menyambung pemeliharaannya.
Perbuatan ini menunjukkan adanya budi pekerti yang luhur dalam diri Muhammad. Dia mau bersusah payah untuk mendapatkan rezeki demi menopang  kehidupannya, tidak mengandalkan menadahkan tangan kepada pihak lain sementara fisiknya sudah mampu berusaha. Mental mandiri dan semangat jihad telah tumbuh dan terpupuk dengan subur.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairah: “Setiap Nabi yang diangkat oleh Allah, ia tentu pernah menggembala kambing. Para sahabat bertanya: da Anda?. Baliau menjawab: “Ya. Aku dahulu menggembala kambing untuk mendapatkan upah beberapa qirath dari penduduk makkah”. (Fiqhushirah: 117).

  1. Berdagang.
Memperdagangkan harta Sang majikan (Khadijah) keberbagai tempat merupakan tindak lanjut dari kemauannya untuk hidup mandiri. Dari kegiatannya berdagang itu baliau mencapai prestasi yang gemilang dalam proses dan hasil dagangannya. Pengetauhan akan dunia luar dengan segala budayanya tentu beliau kenali dengan pengamalannya sebagai pedagang ini. Begitu juga kemampuan berinteraksi menawarkan sesuatu kepada pihak lain terkondisikan.

  1. Menikah dengan Khadijah.
Keluhuran akhlak dan kesuksesannya dalam memperdagangkan harta Khadijah, mengundang nurani sang majikan berkenan mengangkatnya sebagai suami dalam kehidupan keluarganya dan sekaligus menggantikan posisi majikan dalam memanaj harta Khadijah (seorang janda dua kali yang amat kaya). Perkawinannya dengan Khadijah seorang beliau jalani selama 27 tahun sampai usia beliau 52 tahun.
Kesenangan jasadiyah yang umumnya dipilih anak muda seusianya dan pada zamannya tidak beliau kedepankan dalam menentukan perkawinannya. Zaman pada waktu itu tidak tabu laki-laki (apalagi yang bangsawan dan sukses hidupnya) memiliki isteri berapa saja. Meski demikian Muhammad tidak melakukan hal itu.

  1. Sebutan Al-Amin.
Dalam usianya 35 tahun Muhammad ikut serta masyarakat dari beberapa kabilah dalam pembangunan kembali Ka’bah yang mengalami kerusakan akibat usia yang sudah tua dan diterjang banjir. Kerja sama berjalan lancan dalam pembangunan itu, tetapi tidak demikian pada saat akan meletakkan kembali Hajar Aswad ketempat semula. Peletakan Hajar Aswad adalah tindakan yang sangat mulia dan terhormat dalam pandangannya. Oleh karena itu masing-masing suku merasa berkepentingan untuk menjadi pelakunya. Dr. Said menggambarkan bahwa untuk kepentingan ini mereka berselisih yang hampir saja mengundang pertumpahan darah antar kabilah. Bani Abd’d Dar telah menghampiri mangkuk berisi darah, kemudian bersama bani Bani ‘Ady berikrar siap mati seraya memasukkan tangan-tangan mereka de dalam mangkuk berisi darah tersebut. Suasana mencekam terjadi selama empat atau lima malam tanpa adanya kesepakatan atau penyelesaian yang dapat diajukan, sampai api fitnah tersebut padam di tangan Muhammad. Abu Umayya bin al-Mughira dari bani Makhzum (orang tertua, dihormati dan dipatuhi diantara mereka setelah melihat suasana demikian berkata: “Serahkanlah putusan ini di tangan orang yang pertama memasuki pintu Shafa ini”. Tatkala mereka melihat Muhammad orang pertama memasuki nya, mereka berseru: “ Ini Al-Amin, kami dapat menerima keputusannya”.
Muhammad menggelar kain kemudian mengangkat hajar Aswad ke dalam kainlalu diangkat bersama-sama dari berbagai kabilah yang bertikai tersebut. Tindakan cerdas sebagai wujud kefahamannya terhadap masalah lingkungan sosial yang mampu mengatasi perselisihan dan dan menghindarkan masyarakat dari bencana besar muncul dari benak Muhammad. Sebutan Al-Amin semakin mengokohkan prestasi sosialnya di masyarakat Makah dari berbagai kabilah.

  1. Uzlah (tahanuth).
Tahanuth, asal katanya seakar dengan hanif yang berarti “cenderung kepada kebenaran” meninggalkan berhala dan beribadat kepad Allah.Tindakan ikhtila’ (menyendiri) di Goa Hira’ menjelang usianya yang 40 tahun semakin digemari dan diintensifkan. Jiwa keprihatin (sense of crisis) terhadap situasi dan kondisi lingkungan sosialnyalah yang mengantarkan kepada tindakan yang demikian. Beliau tidak mudah larut dalam kehidupan kejahiliyahan ummat, akan tetapi mencari  bagaimana upaya solusi atau jalan keluarnya, sampai akhirnya Allah menurunkan jawabannya (wahnyunya), yang memancarkan cahaya kebenaran yang selama dicarinya. Haikal mengatakan bahwa: “Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah sesat dari jalan yang benar, dan hidup kerohanian mereka telah rusak karena tunduk kepada khayal berhala serta kepercayaan-kepercayaan semacamnya yang tidak kurang pula sesatnya”.

Bagaimana Persiapan untuk menjadi calan da’i (pelanjut misi risalah).
Profil da’i yang bagaimana yang dipersiapkan dengan mengambil berbagai pelajaran dari deskripsi tentang kepribadian Muhammad diatas?

  1. Menurut muhammad Natsir (Fiqhud Dakwah):
a)      Persiapan Mental.
QS Qaf: 39, Teguh hati dan rajin munajat. Ketenangan dan keseimbangan jiwa, tidak mudah sesak dada/ nafas berhadapan dengan berbagai gannguan di lapangan.
Mampu bersyukur jika berhasil (QS an-Nasr :1-3).
Keyakinan yang kokoh bahwa tugas itu mulia.
b)      Jiwa Merdeka dari Ananiyah (kepuasan atau kepentingan akunya).
Da’i tidak mencari balas jasa lahir batin dari mad’u.
QS al-An’am: 90, ..Katakanlah: “aku tidak meminta imbalan kepada kamu (menyampaikan) al-Qur’an”.
QS al-Furqan: 57, Katakanlah, “Aku tidak meminta kepada kamu upah atasnya( seruanku), melainkan (yang aku minta) siapa yang menghendaki menempuh jalan kepada Tuhannya”.
QS Yunus: 72,  “Jika kamu berpaling, aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah, dan aku disuruh supaya termasuk golongan muslim”.
QS Yasin: 21. “Ikutilah utusan itu, mereka tidak meminta upah kepadamu dan mereka itulah orang yang mendapat petunjuk”.
Yang diharapkan adalah al-Mawaddah fil qurba (kasih sayang dalam kekerabatan) (QS Asy-Syura:23). ....”Aku tidak minta upah kepadamu atas seruan  itu kecuali kasih sayang dalam kekerabatan”....
Ananiyah bisa berupa harta, pangkat, ujub, tenar, dilihat orang banyak, dsb.
c)      Persiapan Ilmiah.
Kemampuan membaca situasi dan kondisi masyarakat dan mampu bertindak dengan tepat. Da’i akan membina pribadi dan ummat berkembang sesuai dengan tujuan hidup manusia yang diridhoi Allah.
d)     Tafaqquh fiddin.
Mampu memahami isi ajaran agama dengan berbagai kaidah-kaidah yang digunakan untuk memahaminya.
e)      Tafaqquh fin Naas.
Mempunyai ilm-ilmu yang terkait erat kaitannya dengan pemahaman tentang manusia (Psikologi, Antropologi, Sosiologi, dsb).
f)       Faham Bahasa al-Qur’an (untuk menggali isi ajaran).
g)      Memahami bahasa Pengantar (bahasa ummat yang sedang dihadapi).
(QS an-Nisa’: 63;....dan nasehatilah mereka serta katakan kepada mereka kata-kata yang memberi bekas  di hati mereka).
Petunjuk nash untuk memperbesar daya panggil tanpa cara-cara yang rendah antara lain:
Qaulan Syadidan, al-Ahzab: 70,
Qaulan Layyinan, Thaha: 43-44,
Qaulam Baligha, an-Nisa’:63,
Qaulan Karima,
Qaulan Maesyura,......

  1. Dialog Dakwah Muhammadiyah:
Seorang da’i harus memiliki kemampuan substantif, kemampuan metodologis dan faham terhadap persyarikatan.

Persiapan bagi juru dakwah yang meliputi:
1.      Persiapan mental spiritual (pembinaan mental spiritual).
-          Tidak mudah larut dengan kebobrokan lingkungan.
-          Mental mandiri yang kuat dan memiliki semangat jihad yang tinggi.
-          Faham terhadap lingkungan.
-          Jujur bicaranya, mulia bergaulannya, ikhlas pertolongannya.
-          Berjiwa prihatin thd kerusakan lingkungan (uzlah)
-          Punya prestasi sosial di kalangan masyarakatnya (al-Amin)
2.      Fisik material.
-          Sehat badannya (tidak sakit-sakitan).
-          Memiliki sumber kehidupan yang layak (cukup).


PROFIL KELUARGA NABI.
1.      Isteri Nabi adalah wanita yang baik (baik di masa jahiliyah dan di masa Islam). Begitu juga setelah istri beliau berbilang, mereka sangat menghendaki kehidupan akherat dengan menahan diri dari keinginan duniawi.
Baca kasus ketika mereka harus tetap memilih menjadi istri Nabi dari pada dicerai dengan mendapatkan harta dunia. QS.al-Ahzab: 28-29.
2.      Putera-puteri nabi sangat mendukung perjuangan beliau.Dengan kata lain Nabi dan anggota keluarganya adalah orang-orang yang pertama dan utama dalam Islam.
3.      Keluarga Nabi adalah sosok keluarga yang kaya dan memiliki akhlak yang sangat mulia serta keturunan dari keluarga yang terpandang di masyarakat.

KEKUATAN DAKWAH NABI TERLETAK PADA:
1.      Profil pembawanya (al-Amin).
2.      Kesungguhan (lahir dan batin/ ikhtiar dan do’a) pelakunya.
3.      Kesetiaan dan dukungan keluarga dan orang-orang dekat Nabi.
4.      Pendekatan yang digunakan.
a.       Lemah lembut kepada para pengikut (rukhamaa’u bainahum).
b.      Tegas thd musuh (orang kafir dan pelanggar kebenaran).
c.       Tidak pernah memaksakan ajarannya untuk diterima.

5.      Ajarannya sesuai dengan fitrah dan disampaikan menurut kadar kemampuan sasaran (secara bertahab dan dimulai dari hal-hal yang mendasar dan kontekstual).




Prasyarat Kepribadian Nabi (Mu’ahallat an-Nubuwwah) Istilah Abu Bakar Al-Jazairi: ada tiga:
  1. Al-Mitsaliyah (keteladanan); memiliki kemanusiaan yang sempurna; baik fisik, akal pikiran maupun rohani.
  2. Syaraf an-Nasab (keturunan yang mulia), terjauh dari segala bentu kerendahan budi dan hal-hal lain yang menjatuhkan martabat dan nilai-nilai kemanusiaannya. Dia harus oranga yang terpandang dan dihormati kaumnya.
  3. ‘Amil az-Zaman (dibutuhkan Zaman). Kehadirannya memang sangat  dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengisi kekosongan rohani, memperbaiki segala kerusakan masyarakat, dan mengembalikan ummat manusia kepada kehidupan yang sesuai dengan fitrah penciptaannya.
( Kuliah Aqidah: 135).

Setiap Rasul memiliki 4 sifat yg erat kaitannya dengan tugas kerasulannya, Yaitu:
  1. As-Shidqu (benar).
  2. Al-Amanah ( Diercaya).
  3. At-Tabligh (menyampaikan).
  4. Al-Fathanah (Cerdas).
Setiap Rasul Ma’shum (terpelihara dari segala macam dosa, baik yang kecil apalagi yang besar).
(Kuliah Aqidah: 135)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar